SELAMAT DATANG DAN BERGABUNG DENGAN KAMI

BACA DAN NIKMATILAH ARTIKEL-ARTIKEL SASTRA DAN BAHASA KAMI YANG TELAH TERMUAT DI BEBERAPA MEDIA MASSA, BAIK DALAM BENTUK BAHASA JAWA MAUPUN INDONESIA!

PENYEMANGAT

KEJAR TERUS DUNIA MAYA, ENGKAU PASTI MENDAPATKAN SEGALANYA!

Rabu, 25 Maret 2009

15. Memaknai Nilai Ora Ilok Dalam Budaya Jawa

(oleh Karti Tuhu Utami)
(termuat di Majalah Bende, edisi 60 Oktober 2008)

Seorang anak kecil tiba-tiba duduk di atas bantalnya. Ibu si anak cepat-cepat berkata, “Eee, jangan duduk di atas bantal, nanti kamu udunen!” Si anakpun spontan menjawab, “Mana mungkin? Ibu bohong! Lihat semua sopir bus duduk di atas bantalnya masing-masing. Kok ya nggak ada satu pun yang udunen!”
Suatu ketika seorang gadis remaja ingusan sedang ngemil makanan sambil berdiri di tengah pintu, ibunya pun mendekatinya sembari berkata, “Kalau makan jangan depan pintu, nanti jodohnya pulang dan tak kembali!” Si gadis menyahut sambil tertawa,“Ya tak kejar jodoh tersebut dan kugandeng terus kubawa ke sini!”
Di lain hari seorang guru menjelaskan adat sopan santun dengan menanamkan konsep “Jangan membuang air dalam keadaan panas pada lubang WC atau saluran air”. Siswa bertanya, “Mengapa?” Guru pun menjawab (seperti pitutur nenek moyangnya), bahwa tempat-tempat kotor seperti itu disukai bangsa jin/setan. Kalau air panas menyentuh makhluk halus, maka mereka akan marah. Si Siswa pun lantas berceloteh, “Setan kan diciptakan Tuhan dari api, masak kena panas terus marah-marah?” Si Guru kelabakan mencarikan argumentasinya. Begitu didapatkannya, spontan guru berkata, “Sama aja dengan Kamu. Manusia atau kamu juga terbuat dari tanah, tetapi mengapa saat terjadi tanah longsor, mereka semua pada mati?”
Kata “Jangan begini,-jangan begitu atau dilarang ini-dilarang itu” sering diungkapkan orang Jawa (utamanya orangtua) dengan istilah “Ora ilok”. Menurut Bausastra Jawa-Indonesia, S. Prawiroatmojo, 1981, Ilok itu mengandung arti kadang-kadang atau terkadang-kadang. Ora ilok berarti tidak patut, tidak baik (takhayul). Ilokan/ iloke mengandung arti tidak umum, tidak biasa (tanda heran).
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jawa seringkali menggunakan istilah ora ilok untuk hal-hal yang kurang patut, tidak pantas atau buruk dalam mendidik putra-putrinya, tanpa mau memberikan alasan berarti. Menurut hemat penulis, ada dua kemungkinan terkait keengganan orangtua memberikan alasan tersebut. Pertama, karena adat/tradisi kepatuhan generasi Jawa, yang cenderung harus mengiyakan/menyetujui apa yang dikatakan orangtuanya (budaya feodal). Sabda orangtua identik sabda Baginda Raja. Sabda Baginda Raja empiris hukum, dimana setuju atau tidak tetap harus dilakukan. Mereka lupa bahwa yang namanya orangtua/Baginda Raja adalah manusia juga, yang mungkin suatu ketika bisa salah. Kedua, mungkin karena orangtua memang sempit pandangan sehingga tidak mampu memberikan penalaran yang masuk akal.
Berbicara budaya Jawa, sebenarnya banyak sekali filsafat yang tersirat didalamnya. Kita sering tidak tahu dan enggan mempelajarinya. Mau kita hanya mengekor atau nuladha dengan berdalih ingin melestarikan, tanpa mengerti sama sekali maksudnya. Contoh : pada adat upacara kemantenan Jawa. Pajangan rumah harus ada pohon pisang raja, tebu, cengkir (kelapa gading muda), padi, daun beringin, serta janur. Itu semua memiki arti simbolis (bukan sekedar pajangan rumah bagi yang sedang berhajat).
Tebu (antebing kalbu), ini simbolis sikap kemantapan atau keteguhan hati kedua mempelai yang satu sama lain merupakan jodoh.
Cengkir (kencenging pikir), menunjukkan pada suatu pola pemikiran yang telah mantap, bahwa laki-laki dan perempuan itu memang jodohnya.
Padi, tumbuhan ini merupakan lambang kehidupan pokok masyarakat Jawa, yang sebagian besar hidupnya dari pekerjaan bertani. Di samping itu, tumbuhan padi dalam kepercayaan Jawa berhubungan erat dengan Dewi Sri, yang dianggap sebagai dewi rumah tangga/dewi kesuburan. Melalui lambang padi, orangtua mengharapkan kebahagiaan hidup kedua mempelai itu.
Pisang raja, jenis pisang yang memiliki nilai tertinggi di antara jenis pisang lainnya. Simbol ini menggambarkan penganten laki-laki yang akan bertemu dengan pengantin wanita. Untuk menggambarkan pertemuan, terkadang dilengkapi dengan jenis pisang lain, yaitu urut-urutannya: pisang raja, pisang saba, pisang kluthuk, dan pisang emas (penganten wanita). Lantas, muncul istilah raja saba kepethuk emas.
Daun beringin, jenis tumbuhan ini melambangkan keluarga yang dibentuk suami istri diharapkan dapat memberikan pengayoman pada kerabat yang membutuhkan. Sekaligus merupakan peringatan pula bahwa pada dasarnya mereka itu tidak hidup sendiri, dan mereka adalah bagian dari suatu kelompok.
Janur, melambangkan ajaran orangtua terhadap kedua mempelai bahwa apabila suatu ketika terjadi suasana kurang baik dalam rumah tangga mereka, hendaknya jangan sampai orang di luar keluarganya mengetahuinya.
Orang Jawa tulen masih mengindahkan pajangan rumah bagi yang sedang berhajat seperti di atas. Kalau anak cucu mereka ada yang melanggar, orangtua pasti berkata, “Ora ilok, Le! Ora ilok, Ndhuk!”. Sebenarnya, ada baiknya juga kegiatan tersebut diikuti. Tetapi karena generasi muda kurang mengerti maknanya, maka ada kecenderungan mengabaikannya. Dan mereka malah berkata, “Ngapain pakai janur dan pohon tebu segala. Itu tidak indah! Ganti saja dengan lampion dan pita-pita!”
Mari kita simak beberapa perbuatan ora ilok beserta hikmanya di bawah ini :
Sumur tepat di depan rumah, tidak pantas dilihat tamu, potensial menimbulkan kotoran, membahayakan anak kecil.
Kasur tanpa sprei, debunya dapat mengakibatkan sesak saluran pernafasan.
Wadah tanpa tutup, membuat makanan cepat kadaluarsa, lalat yang membawa penyakit mudah menghinggapinya.
Kori (pintu) dan jendela masih terbuka saat terbenamnya matahari, binatang-binatang sawah akan masuk ke rumah.
Orang yang menanam pisang di depan rumah, pohon pisang cepat mendatangkan kotoran, utamanya dari binatang yang suka makan buah pisang, ulat-ulat masuk ke pintu rumah.
Orang yang tidak pernah memberi, akan merusak hubungan sosial, orang harus timbal balik dengan sesamanya.
Orang tidak pernah menyapu, tidak menjaga kebersihan dan membahayakan kesehatan rumah.
Orang yang menyapu di malam hari, tidak pada waktunya.
Orang yang menghentikan sampah, menunda pekerjaan adalah tidak baik.
Orang yang mengelap dengan kain yang sedang dipakai, tidak sepantasnya dan mengotori pakaian.
Orang yang membuang sampah di kolong rumah, membuat kotoran menumpuk dan membahayakan kesehatan rumah.
Orang yang membuang sampah dari jendela, tidak sopan dan menyalahi fungsi jendela.
Orang yang berdiri di depan pintu, mengganggu jalan orang yang mau lewat.
Orang yang sering bertopang dagu, membuat pikiran kosong, melamun dan membuang-buang waktu.
Orang yang singsot, mengganggu ketenangan orang dan sering dikira kode-kode tertentu yang membuat orang lain curiga, dsb.

Demikian sekelumit gambaran dan pengalaman yang bisa penulis paparkan. Mudah-mudahan dapat menambah sekaligus memperluas wawasan, utamanya bagi orangtua dan guru dalam memberikan penalaran berarti pada putra-putri atau anak didiknya. Sehingga mereka mengerti dan memahami makna “Ora ilok” yang sering mereka perdengarkan dalam kehidupan sehari-harinya.*
(Rujukan : Upacara Tradisional Jawa, 2005, Dr. Purwadi, M. Hum)


6 komentar:

Anonim mengatakan...

Assalmu alaikum
salamkenal yah
artikelnya bagus
tingkatkan yah
anda guru bahasa yah?
kalau suatu saat aku butuh bantuan,aku mau tanya kesini yah?
http://f4dLyfri3nds.blogspot.com

aR_eRos mengatakan...

Selamat kepada seluruh pemenang Lomba Desain Web Sekolah, Blog Guru, Siswa SMP SMA Se Pasuruan, semoga penjurian benar-benar berlaku jurdil, jujur dan adil hehehe. Yang belum menang *belum lo ya, bukan tidak menang* jangan putus asa. Teruskan kreatifitas kalian menjelang Lomba Web Blog Tahun 2010 mendatang. Dengan lomba ini semoga terbentuk blogger2 dan desainer2 yang handal dan berkualitas guna menggapai "Pasuruan Go Internasional" Bravo web desainer dan blogger-blogger Pasuruaaann !!!

Arif Nur Muhammad Ansori mengatakan...

Wahai guruku,
Tanpamu,
Blog ku takkan sebagus sekarang ini,
Motivasimu,
Membuatku semangat bahkan sampai tak kenal waktu,
Terima kasih wahai Guruku,
Pengabdianmu akan ku kenang selamanya,
Thank You,
Maturnuwun. . .

ning nanung mengatakan...

Nuwun.salam kenal bu.mangga rawuh wonten blog kula

Ahmad Muzakki mengatakan...

bu Karti, blognya bagus juga...
tp tulisannya banyak sekali, jadi males bacanya...
salut buat guru saya satu ini...

Edy S.Triwida mengatakan...

Nuwun sewu, salam pitepangan saking kula guru basa Jawa wonten SMPN 3 Karangan Trenggalek. Wekdal samangke kula nembe gegladhen ndamel penerbitan alit-alitan, utaminipun buku-buku basa Jawa. Menawi ngersakaken ndadosaken blog punika dados buku saged. Cetak saged namung 10 exp mawon. Mangga katuran mirsani buku kula wonten: http://www.tokodagang.com/bukujawa/ utawi wonten http://bukubukujawa.webnode.com . Matur nuwun