SELAMAT DATANG DAN BERGABUNG DENGAN KAMI

BACA DAN NIKMATILAH ARTIKEL-ARTIKEL SASTRA DAN BAHASA KAMI YANG TELAH TERMUAT DI BEBERAPA MEDIA MASSA, BAIK DALAM BENTUK BAHASA JAWA MAUPUN INDONESIA!

PENYEMANGAT

KEJAR TERUS DUNIA MAYA, ENGKAU PASTI MENDAPATKAN SEGALANYA!

Rabu, 25 Maret 2009

14. APRESIASI SASTRA

(oleh Karti Tuhu Utami )
(termuat di Majalah Median LPMP Surabaya, Vol.VI.No.1 Juni 2008)

Setiap pembelajaran bahasa (baik Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, maupun Bahasa Jawa) mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu aspek mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Selain keempat aspek tersebut masih ada satu kegiatan berbahasa lagi, yakni apresiasi sastra.
Kegiatan apresiasi sastra sering terabaikan oleh guru bahasa dalam pembelajaran sehari-hari di sekolah. Banyak faktor penyebab tidak diajarkan/dilatihkannya kegiatan apresiasi sastra, diantaranya berkaitan dengan pribadi guru dan siswa itu sendiri.
Kaitannya dengan guru, misalnya: kurangnya kemampuan guru (hal ini disebabkan masih banyaknya materi bahasa yang diajarkan bukan oleh guru vak bahasa). Berkaitan dengan siswa, misalnya: kurangnya motivasi siswa untuk melakukan apresiasi sastra, karena kegiatan tersebut dianggapnya tidak bermanfaat atau tidak bisa dipergunakan untuk mencari kerja. Bukan hanya itu, di sisi lain ada yang beranggapan bahwa apresiasi sastra tidak efektif. Kegiatan apresiasi tersebut diyakininya sebagai suatu pemborosan, yang banyak menghabiskan waktu dan tenaga.
Sekilas orang memandang, apresiasi sastra memang nampak tidak efektif/berhasil guna. Mungkin mereka lupa bahwa tujuan setiap pembelajaran itu mencakup 3 ranah: kognitif (pengetahuan), psikomotor (keterampilan), dan afektif (sikap). Maksudnya, setelah proses pembelajaran berakhir siswa tidak hanya diharapkan cerdas pikirannya (kaya pengetahuan) dan mahir berbagai macam keterampilan (cekatan), tetapi juga harus “tanggap” sikapnya (dalam arti: memiliki perasaan, mampu membedakan dan memberikan penilaian, berjiwa seni, berakhlak luhur, berperilaku mulia, dsb). Kegiatan apresiasi sastra erat sekali kaitannya dengan ranah afektif tersebut.
Said Tuhuleley, wakil dewan redaksi majalah pendidikan Gerbang pun pernah berkata, “Jangan-jangan perkelahian pelajar yang marak belakangan ini salah satu penyebabnya ialah perasaan dan hati nurani para murid tidak terasah baik, dan jangan-jangan pula itu semua terjadi karena pendidikan sastra kita belum sepenuhnya diarahkan pada tujuan mulia itu.” (Gerbang, edisi 10, 2005: 5).
Sebenarnya, apresiasi sastra itu apa? Materi mana saja yang bisa diapresiasikan? Bagaimana cara mengapresiasikannya? Dsb. Apresiasi bisa diartikan sebagai kesadaran terhadap nilai-nilai seni dan budaya atau penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (KBBI 1989: 46). Sedangkan sastra (kesusasteraan) berarti karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (KBBI 1989: 786). Jadi, apresiasi sastra bisa diartikan suatu kegiatan untuk menilai/menghargai karya tulis yang artistik dan indah.
Pada materi pelajaran Mulok Bahasa Daerah/Jawa, materi yang bisa diapresiasikan diantaranya: crita cekak (Ind.cerita pendek), crita sambung (Ind.cerita bersambung), wacan bocah (Ind.cerita anak), dongeng, guritan (Ind.puisi Jawa), tembang (Ind.lagu Jawa), dsb.
Contoh mengapresiasi sastra:
1. Tembang “Ilir-Ilir”
Ilir- ilir ilir-ilir, tandure wus sumilir
Tak ijo royo-royo, daksengguh temanten anyar
Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi
Lunyu-lunyu penekna, kanggo masuh dodotira
Dodotira-dodotira kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane
Sun suraka surak hore

Tembang Ilir-Ilir ini merupakan salah satu hasil karya sastranya Kanjeng Sunan Kalijaga, yang berisikan dakwah. Mengapa tembang tersebut penulis masukkan dalam kategori sastra? Karena tembang tersebut diungkapkan dalam bentuk tulsan/bahasa yang indah. Perhaikan syair tembangnya: Kata ilir-ilir diulang 2x, dilanjutkan kata sumilir, berikutnya kumitir dan pinggir. Persamaan bunyi suara ir mampu memperindah bahasa yang digunakan. Demikian pula pada kata sore, kalangane, rembulane, dan hore. Perulangan suku kata/bunyi e diakhir kata juga mempercantik bahasa yang dipergunakan. Oleh karena itulah tembang Ilir-Ilir bisa dikategorikan ke dalam salah satu bentuk hasil karya sastra.

Terjemahan Bahasa Indonesia dan apresiasinya
- Ilir- ilir ilir-ilir, tandure wus sumilir
(Ind. mulai bersemi-mulai bersemi, tanamannya sudah terlihat bersemi)
Maksudnya, tanaman para wali dan mubaligh berupa Agama Islam.
- Tak ijo royo-royo, daksengguh temanten anyar
(Ind. tanaman menghijau, seperti penganten baru)
Maksudnya, tanaman yang nampak tumbuh menghijau tersebut menyenangkan semua yang memandang bak menyaksikan penganten baru/sepasang muda-mudi yang sedang bersanding di pelaminan)
- Cah angon-cah angon penekna blimbing kuwi
(Ind. anak pengembala-anak pengembala panjatkan pohon belimbing itu)
Pengembala yang dimaksudkan adalah para penguasa negeri (pemimpin rakyat).Mereka dianjurkan segera melaksanakan Rukun Islam (memanjat belimbing). Belimbing memiliki 5 segi, yang mengkiaskan Rukun Islam.
- Lunyu-lunyu penekna, kanggo masuh dodotira
(Ind. licin-licin/walaupun licin, tetap panjatkan untuk membasuh kampuhmu/kain selimutmu)
Maksudnya, dalam memanjat belimbing (melaksanakan Rukun Islam) itu jalannya memang menanjak dan licin. Walau demikian tetaplah ber upaya mencapai tujuan. Ini dapat digunakan untuk bekal hidup kelak.
- Dodotira-dodotira kumitir bedhah ing pinggir
(Ind. kampuh-kampuhmu sudah rusak dan robek di bagian tepinya).
Maksudnya, keyakinan/kepercayaanmu salah, sudah tercampur animis me, yang membolehkan berbuat “Ma-lima”. Ajaran agamamu tanpa dasar/landasan yang haq (seperti wahyu), tetapi hanya berupa tahayul.
- Dondomana jlumatana kanggo seba mengko sore
(Ind. jahitlah kampuh/kain selimutmu yang rusak untuk bekal menghadap nanti sore)
Maksudnya, para penguasa negeri dan rakyatnya dianjurkan segera menjahit kain selimut (memperbaiki keyakinan) yang salah tadi dengan ajaran/Agama Islam. Itu semua dimaksudkan sebagai bekal/persiapan sewaktu-waktu dipanggil Allah SWT (meninggal dunia). “Mengko sore” atau nanti sore mengandung pengertian bahwa umur manusia itu merupakan takdir/ketentuan Sang Penguasa Jagad Raya.
- Mumpung jembar kalangane, mumpung padhang rembulane
(Ind. mumpung luas jangkahnya, mumpung terang bulannya)
Maksudnya, mumpung panjang jalannya, mumpung ada waktu untuk bertobat (belum meninggal), segeralah mengikuti ajaran Agama Islam.
- Sun suraka surak hore
(Ind. tepuklah, bertepuk-tanganlah sambil berucap ‘hore’)
Maksudnya, bersuka/bersenang-senanglah setelah berpegang teguh pada Agama Islam. Semoga Allah SWT memberikan anugerah bagi kita sekalian. (Sumber apresiasi dari Panyebar Semangat, edisi 43, 2007).

2. Guritan (Puisi Jawa)

ZIARAH
(Basuki Widodo)

dak tandur wangine kembang mlathi
pinangka rabuk watu nisanmu
ana lagu gumonthang
mbarengi runtuhe kembang semboja
siji mbaka siji

tanpa dak rasa srengengeku bakal angslup
kejepit nisan iki
nadyan ora dak ranti

Surabaya, 1989
Panyebar Semangat, No.20, 13 Mei 1989

Terjemahan Bahasa Indonesia dan apresiasinya
ZIARAH
Aku tanam semerbak wanginya bunga melati/sebagai pupuk batu nisanmu/ ada lagu berkumandang/bersamaan dengan jatuhnya bunga kamboja/satu persatu.
Tiada terasa matahariku akan tenggelam/terjepit nisan ini/walaupun tidak aku tunggu

Isi puisi Ziarah:
Berziarah kubur itu diibaratkan seperti orang sedang menanam bunga melati yang harum sekali baunya. Bisa juga dikiaskan seperti orang yang sedang memupuk tanaman sehingga semakin subur pertumbuhannya. Atau, bak orang menghibur yang sedang bersedih dengan lagu-lagu.
Tetapi, orang melakukan ziarah kubur itu tidak akan bisa selamanya. Sebab, semua manusia kelak akan meninggal dunia sebagaimana orang yang sedang diziarahi.

Amanat puisi ZIARAH:
Manusia hidup di dunia itu tak ubahnya seperti orang yang sedang antri mati. Maka dari itu ziarah kubur baik untuk dilakukan. Sebab, dengan bertindak demikian berarti mengingatkan manusia itu sendiri bila kelak pasti akan mendapat gilirannya.

Sebagaimana tertulis di atas bahwa apresiasi sastra bisa diartikan kegiatan untuk menilai/menghargai karya tulis yang artistik dan indah. Penyair Romawi Kuno, Horatius mengatakan bahwa mempelajari sastra itu “dulce et utile” atau menyenangkan dan bermanfaat (Dr.Dendy Sugono, 2003). Menyenangkan dapat dikaitkan dengan aspek hiburan yang diberikan sastra. Sedangkan bermanfaat dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang ditawarkan sastra.
Konsep Horatius inilah yang harus ditanamkan guru pada siswa, agar siswa memiliki motivasi tinggi dalam mempelajari sastra, tentu saja konsep tidak sekedar hanya diajarkan sebagai pengetahuan melainkan harus disampaikan dalam bentuk latihan-latihan. Dengan demikian siswa akan memperoleh pengetahuan nyata dan berharga dalam kegiatan apresiasi sastra itu sendiri.***

Tidak ada komentar: